ASSALAMUALAIKUM

SEMOGA TULISAN SAYA BERMANFAAT ...TRIMS

Kamis, 09 Februari 2012

Teruntuk Ayahanda Presiden di Istana Khalifah






Dengan hormat,
Puji syukur kapada Tuhan YME, karena ditengah kesulitan yang melanda bangsa ini, kita masih diberikan begitu banyak nikmat yang tak terhitung jumlahnya.
Berkenaan dengan carut-marutnya hukum, sepertinya ada yang janggal dalam hati saya. Bukankah seharusnya hukum bersifat statis dan manusialah yang bergerak? Teringat akan kisah seorang wanita yang datang berhukum kepada Rasulullah karena telah melakukan zina. Karena ia sedang mengandung, Rasulullah menyuruhnya untuk pulang dan kembali lagi sampai ia melahirkan anaknya. Ia datang lagi namun Rasulullah menyuruh untuk menyusui anaknya terlebih dahulu. Setelah selesai menyusui anaknya, hukum rajam jatuh kepadanya. Begitu mulianya ia, menginginkan dirinya bersih dari dosa dunia dan sadar hukum dengan wujud menjalankannya.
Bukankah ini bertolakbelakang dengan keadaan negara ini. Hukum dijadikan alat permainan yang bisa diperjualbelikan. Ataukah kita akan berkelit, “Terang saja saat itu Rasulullah berada bersama mereka!”. Bukankah hakekatnya mereka juga seorang manusia yang sama dengan kita juga? Ayahanda pasti lebih paham dibandingkan saya. Bila keuangan negara diibaratkan sebuah pipa yang banyak kebocoran di sana-sini akibat ulah para koruptor, seharusnya memperbaiki pipanya bukan malahan sibuk dengan air (uang) yang sudah berceceran di rekening bank luar negeri?
RRC yang memilih hukuman mati bagi para koruptor atau hukum potong tangan seperti zaman kekhalifahan Islam bisa kita jadikan contoh. Rasa takut untuk melakukan korupsi akan membekas di hati yang lainnya manakala hukum yang tegas diberlakukan. Apalagi jika eksekusi disiarkan langsung dan ditonton oleh ratusan juta rakyat Indonesia.
Perlu juga masa sosialisasi (Reset Ulang Hukum = layaknya cpu yang hang / tidak bisa jalan karena kebanyakan program...perlu di reset). Dalam jangka waktu 6 bulan terhitung dari pemberlakuan hukuman, siapa saja yang melakukan tindak pidana korupsi lalu ia mengembalikan seluruh uang hasil korupsinya, ia akan terbebas dari hukuman mati/potong tangan (sebagai opsi). Sebagai gantinya maka akan ada hukuman yang lebih ringan berupa denda dan kerja sosial selama beberapa tahun. Dan jika dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan tidak datang, bila di kemudian hari terbukti bersalah, hukuman tersebut (potong tangan/hukuman mati) akan berlaku terhadap dirinya.
Ayahanda, waktu kita hanya sesaat. Bisa jadi jika usul ananda ayah setujui, ayahanda akan dibenci. Tapi 100 tahun lagi ayahanda akan dikenang sebagai seorang reformis sejati bangsa ini.
Jakarta, 14 November 2011

Sepeti yang tertulis dalam salah satu surat dalam buku :
99 Surat untuk Presiden (in process)
Degan sedikit tambahan
By : AlfaMehdi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar