DAKWAH, SENI DAN KUNGFU TAICHI
Sebuah judul yang mungkin terdengar sedikit ‘nyeleneh’ sehingga bisa jadi yang membacapun akan mengira bahwa sang penulis pasti Jaka Sembung, alias nggak nyambung. Itu terserah para pembaca yang budiman. Di sini saya hanya berusaha untuk memberikan sebuah gambaran bahwa ada sebuah hubungan atau relasi yang erat di antara ketiganya, dakwah, seni dan kungfu taichi
Dakwah dalam tatanan bahasa berarti penyiaran ; propaganda. Lebih mengarah kepada penyiaran agama dan pengembangannya di kalangan masyarakat dengan tujuan untuk menyeru, memeluk, mempelajari dan mengamalkan agama. Menyiarkan dapat juga berarti memberikan penerangan. Berarti ada sebuah kondisi gelap atau dengan kata lain belum tahu, sebelum diberikan penerangan (dakwah). Seperti layaknya sebuah kamar tanpa adanya penerangan (lampu). Pasti gelap gulita, sehingga benda yang ada di depannya yang seharusnya ia hindari (jika ia dalam kondisi terang), karena dalam kondisi gelap maka ditabraknyalah benda itu.
Begitu juga manusia, terlahir dalam kondisi tidak tahu apa-apa, gelap, bodoh. Maka tepat sekali mengapa Allah menyeru manusia untuk Iqra’. Membaca, belajar tentunya perlu sarana pembelajaran, penyiaran. Itulah mengapa dakwah merupakan sebuah proses yang seharusnya tidak boleh pernah terputus hingga akhir hayat manusia. Karena dengan adanya dakwah, manusia akan memiliki pengetahuan yang akan mengangkatnya menjadi manusia dengan derajat tertinggi di sisi Allah, ialah manusia yang bertakwa.
Dalam ilmu fisika, sebuah benda dikatakan memiliki efisiensi yang sempurna jika perbandingan antara output dan inputnya adalah sama dengan 1 (satu). Warna hitam ternyata warna yang memiliki efisiensi tertinggi (=1) dalam penyerapan kalor.
Dakwah pada umumnya mengajak kepada kebaikan (ma’ruf) dan mencegah perbuatan buruk (mungkar). Lalu pertanyaannya, bagaimanakah caranya agar dakwah mampu memberikan hasil (output) sesuai dengan input (seruan/ajakan) yang diberikan seorang da’i? Jika ajakan sang da’i adalah mengajak hadirin untuk mentaati perintah Allah, maka hasilnya adalah yang hadir dalam da’wah tersebut mau untuk mentaatinya dan begitu pula sebaliknya. Menjalankan dengan penuh keikhlasan (100% taat) adalah hasil tertinggi dalam berdakwah. Dan itu bisa dikatakan sama dengan efisiensi dalam ilmu fisika (100 dibagi 100 sama dengan 1 khan...).
Seni dalam berdakwah
Budi adalah pengamen dengan latar belakang pendidikan SMU. Ia memilih mengamen sebagai jalan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena umurnya yang sudah 25 tahun. Di umur tersebut sangatlah sulit bagi lulusan SMU untuk mendapat pekerjaan karena harus bersaing dengan fresh graduate yang terus bertambah tiap tahun dan rata-rata perusahaan membatasi umur pencari kerja.
Dengan latar belakang anak band, vokalis sekaligus gitaris, ia naik-turun bus setiap hari, berusaha dengan sepenuh hati menghibur para penumpang di bus yang dinaikinya. Dengan kejelian nalurinya, lagu-lagu yang dimainkan tergantung dari berapa banyak rata-rata usia penumpangnya. Lagu-lagu nostalgia atau lagu memori bagi yang berusia 40 tahun ke atas, dan lagu top 20 inbox untuk kalangan anak muda. Ia juga suka memainkan lagu-lagu request dari penumpangnya sebagai bentuk interaksi dan mengambil hati juga menghidupkan suasana. Pantas saja, tiap hari mengamen ia bisa mendapatkan 50 s/d 70 ribu hanya dalam waktu 5-6 jam. Memang pilihannya tepat untuk mengamen di bus AC, karena selain bus dengan pintu tertutup sehingga suara nyanyiannya dapat terdengar, penumpang bus AC juga terkenal lebih royal untuk memberikan tips bagi pengamen. Tidak lupa juga, sepulang mengamen Budi terus mengasah kemampuan mengamennya baik dengan latihan band bersama teman-temannya, beli buku kord musik lagu-lagu anyar untuk menambah perbendaharaan lagu, ataupun nongkrong bareng tukar-menukar lagu dengan temannya, mencatat teks lagu-lagu baik lagu nostalgia ataupun lagu baru. Hal tersebut dilakukannya setiap hari sambil bernyanyi dan main gitar di depan mulut gang dekat kontrakannya.
Bandingkan dengan Norman, berbekal tertarik dengan uang yang didapatkan Budi setiap hari, iapun memutukan mengamen juga. Meskipun latar belakang pendidikan yang sama, Norman hanya sekedar menyanyi saja. Niatannya untuk mencari uang, bukan menghibur penumpang bus. Cukup satu lagu kilahnya. Semakin banyak bus yang dinaiki, pikirnya akan semakin banyak ia mendapat uang.
Seorang da’i tak ubahnya seperti seniman. Niat berdakwahnya haruslah tulus sepenuh hati hanya karena mengharap ridha Allah. Ia jeli melihat masyarakat / umat yang datang. Dari kalangan menengah ke bawahkah? Mahasiswa / pedagangkah / atau pengusaha? Dsb. Dari situlah ia memilih tema dakwah yang akan disampaikan. Juga memilih bahasa penyampaian yang tepat sasaran sesuai dengan rata-rata umat yang hadir. Larut dan berinteraksi dengan jamaah yang datang dengan aktif mengadakan percakapan dua arah diselingi dengan guyonan yang menghangatkan suasana. Di waktu senggangnya sang da’i terus meningkatkan keilmuannya dengan banyak membaca buku, artikel, baik berita-berita terkini ataupun sejarah, dsb. Selain itu ia juga saling bertukar tips dan ilmu dengan da’i yang lainnya.
Dakwah dan kungfu Taichi
Kungfu Taichi adalah seni beladiri yang mengandalkan pernapasan. Ia menggunakan energi dan tenaga yang dimiliki lawan tandingnya untuk mengalahkannya. Berbeda dengan kungfu-kungfu lain yang menggunakan power/tenaga, taichi amat sangat efisien dalam hal penggunaan tenaga.
Mario Teguh mungkin seorang contoh yang tepat dalam hal ini. Ia memang bukan seorang da’i. Akan tetapi caranya yang dipakai dalam menghadapi audiens yang ataupun orang-orang yang bertanya kepadanya, sungguh amat mengesankan. Perhatikan saja bagamana ia merespon pertanyaan yang dilontarkan...."pertanyaan super", atau kalimat, "akan lebih baik jika kita"...itulah kata-kata dan kalimat yang sering diungkapkan sang motivator. Jelas saja sang penanya akan merasa dihargai sekali akan pertanyaannya dan akan mendengarkan serta menanti jawaban dari sang motivator. Menerima tenaga lawan yang datang sebagai tenaga untuk menjawabnya.
Begitu juga dalam berdakwah. Allah AWT berfirman dalam Al-Qur’an surah 3/159 :
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Tangan yang membuka, mata yang berbinar memancarkan ketulusan, kata-kata dan kalimat yang menyejukkan hati, itulah beberapa sikap berlaku lemah lembut dalam menyambut perrtanyaan yang datang. Hal ini bagaikan oase di tengah padang pasir. Sungguh melepaskan dahaga yang selama ini mendera. Maka apapun jawabannya, pasti akan serta merta diterima oeh penanya.
Demikian adanya, semoga bermanfaat. Wallahu A’alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar