ASSALAMUALAIKUM

SEMOGA TULISAN SAYA BERMANFAAT ...TRIMS

Rabu, 09 Maret 2011

MAKNA PEMINDAHAN KIBLAT

MAKNA PEMINDAHAN KIBLAT




Belum lama ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa bahwasanya arah kiblat telah bergeser sebanyak 20ยบ dari arah semula. Pada awalnya umat islam beranggapan bahwa arah kiblat adalah barat. Namun karena pergeseran lempeng bumi, maka umat islam diwajibkan untuk mengubah arah kiblatnya agar kembali menghadap ke masjidil haram di mekkah. Namun tidak perlu untuk memugar masjid maupun musholla, akan tetapi cukup untuk menggeser arah kiblatnya saja.
Dalam tulisan ini saya mencoba untuk mengungkapkan mengenai esensi yang terkandung dalam pemindahan kiblat tersebut. Tentunya dengan sebatas kemampuan saya. Terpanggilnya saya untuk menulis karena melihat kondisi bangsa yang makin terpuruk, carut – marut, saling menindas satu dengan yang lainnya di tambah dengan kasus korupsi yang meeningkat hampir 50% dari tahun sebelumnya. Semoga tulisan ini menjadi bahan renungan bagi kita semua, bangsa Indonesia pada umumnya dan khususnya bagi saya pribadi.

Sejarah pemindahan kiblat

Di waktu Nabi Muhammad s.a.w. berada di Mekah di tengah-tengah kaum musyirikin beliau berkiblat ke Baitul Maqdis. Tetapi setelah 16 atau 17 bulan Nabi berada di Madinah ditengah-tengah orang Yahudi dan Nasrani beliau disuruh oleh Tuhan untuk mengambil Ka'bah menjadi kiblat, terutama sekali untuk memberi pengertian bahwa dalam ibadat shalat itu bukanlah arah Baitul Maqdis dan Ka'bah itu menjadi tujuan, tetapi menghadapkan diri kepada Tuhan. Untuk persatuan umat Islam, Allah menjadikan Ka'bah sebagai kiblat.(catatan kaki QS. Al-baqarah ayat 142).
Selanjutnya dalam QS. Al-baqarah ayat 143 Allah.SWT berfirman :
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
Di antara kaum Muslimin ada yang ingin mengetahui tentang nasib orang-orang yang telah meninggal atau gugur sebelum berpindah qiblat. Maka turunlah surat Al Baqarah ayat 143.(Diriwayatkan dalam kitab Shahihain (Bukhari dan Muslim) yang bersumber dari al-Barra.), yang menegaskan bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan iman mereka yang beribadah menurut ketentuan pada waktu itu.
Kalau kita cermati dalam ayat tersebut, ada pertentangan pada saat itu khususnya dalam kalangan umat islam. Namun karena iman, keyakinan yang telah ditanamkan bahwasanya Allahlah yang menetapkan masalah pemindahan kiblat tersebut, maka hal tersebut tidak berlarut-larut. Bahkan menambah keimanan mereka karena bukan permasalahan menghadap ke arah masjidil haram ataupun masjidil aqsha, akan tetapi menghadap kepada Allah. Dan pada saat di madinah di tengah-tengah kaum yahudi dan nasrani, Allah memerintahkan untuk menghadap masjidil haram semata-mata untuk menunjukkan kepada kaum yahudi dan nasrani bahwasanya mereka berasal dari keturunan yang sama yaitu nabi Ibrahim AS. Jadi seharusnya saling bersatu dan tidak saling bermusuhan satu ama lainnya, karena hidup di bumi yang satu dan menyembah Allah yang satu.

Kejujuran yang hilang

Setelah 14 abad berlalu, hal tersebut berulang lagi. Meskipun tidak diwahyukan kembali, karena memang Al-Qur’an telah turun secara sempurna. Namun tersirat lewat fenomena alam. Lalu apa yang kita bisa ambil dari kejadian ini untuk kehidupan kita, baik sebagai individu-individu, maupun dalam hal berbangsa dan bernegara pada umumnya. Mari kita perhatikan kalimat dalam QS. Al-baqarah ayat 143 di atas. Ada kata-kata umat yang adil, menjadi saksi bagi umat manusia dan rasul mejadi saksi atas kamu.
Dengan kata lain kita diseru untuk berlaku jujur. Menjadi saksi atas diri sendiri.kenapa demikian? Karena kejuuran adalah obat bagi bangsa kita yang sudah sekarat dan menuju kepada jurang kehancuran. Berkata jujur tidaklah mudah, sangat pahit bahkan bisa dibenci oleh orang lain seumur hidup, dihina dan dicaci. Namun bagaikan minum jamu, pahit diawal, akhirnya kenikmatan yang didapat. Karena dengan kejujuran yang diungkapkan, hidup serasa tanpa beban, dan kita tidak perlu menutupi hidup kita selanjutnya dengan kebohongan dan kebohongan terus menerus. Inilah makna yang terkandung dalam fenomena pemindahan kiblat. Oleh sebab itu mari kita terapkan minimal dari diri kita sendiri. Tentunya dengan diawali dari introspeksi, sudah seberapa jujurkah diri kita? Kemudian jika kita temukan banyak ketidakjujuran, mulailah untuk mengungkapkan dan memperbaikinya satu per satu. Dan ini semua berlaku untuk semuanya tergantung dari profesi apa yang kita tekuni.
Bagaimana jika sampai kita kehilangan jabatan, kedudukan, pekerjaan yang kita jalani sekarang? Mental itulah yang harus kita persiapkan. Maka perlu kita pahami kembali ayat tersebut di atas. Ada kata-kata Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. Iman berarti yakin, optimis. Hanya dengan keyakinan dan keoptimisan kita akan sukses dalam menjalankan kehidupan. Ada beberapa pertanyaan yang jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Cobalah menjawabnya dengan hati yang jujur. Apakah mungkin kita tidak makan jika kita mau berusaha? Lalu, siapakah yang memberikan kita nikmat? Manusiakah atau Allah pemilik langit dan bumi? Sesungguhnya Allah Maha Pengasih , Maha Penyayang
Kejujuran nampaknya sudah hilang di negeri kita ini. Lihat saja buku-buku sejarah kita, banyak sekali distorsi-distorsi sejarah. Lalu siapakah yang bisa mengungkapkan kebenarannya? Diperlukan keberanian yang sangat besar untuk mengungkapkan kebenaran yang sesungguhnya. Agar anak cucu kita tidak mengkonsumsi racun yang kita ciptakan sendiri.
Mungkin setelah membaca tulisan ini kita akan bersuara,’’mana mungkin maling teriak maling?’’ tapi hati nurani kita tidak bisa berbohong, bahwa inilah obat mujarab bagi kita semua umat manusia khususnya bagi bangsa Indonesia. Betapa tidak, cita-cita kita sebagai bangsa yang merdeka dalam alinea pertama pembukaan UUD’45 telah berbelok beberapa derajat hanya karena ketidakjujuran yang mengutamakan hawa nafsu belaka. Sehingga merdeka sekarang menjadi konotasi lain, merdeka (bebas) korupsi, mabuk, berjudi, berzina, berselingkuh dsb. Inilah gambaran masyarakat kita yang sebenarnya.
Maka maarilah kita jadikan esensi fenomena pemindahan kiblat ini sebagai renungan bagi kita semua untuk seterusnya diwujudnyatakan dalam bentuk perikehidupan sehari-hari. Bukan hanya slogan-slogan belaka yang kita tempel di kaca mobil, rumah lewat stiker atau pamflet-pamflet pemilu, dsb. Dan yang perlu kita tanamkan dalam diri kita, kejujuran adalah investasi yang akan kita petik di masa depan. Alam sendiri mengajarkan kita untuk bertindak jujur. 16 juta trilyun uap air/detik yang menguap ke langit akan sama dengan air hujan yang turun ke bumi. Adakah alam mengajarkan kebohongan, korupsi? Ataukah mata hati kita telah buta dan menghitam serta kurang jelas sehingga tidak bisa mengambil pelajaran dari ini semua? Maka Allah sekali lagi mengirim pesannya lewat tindakan yang dilakukan oleh Pong Hardjatmo yang mencoret atap gedung MPR RI beberapa hari yang lalu. Apakah yang ditulisnya? JUJUR, ADIL, TEGAS!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar